Rabu, 11 November 2009

Kue-Kue Basah, dari Wajik hingga Jadah Manten

Kreasi kuliner masyarakat Yogyakarta dalam bentuk kue-kue basah kini bisa dinikmati di berbagai pasar tradisional yang tersebar di penjuru kota. Sebagian kue-kue basah itu hingga kini masih sering digunakan untuk merayakan ritual sakral yang diselenggarakan oleh komunitas spiritual dan Kraton Yogyakarta. Sebagian lagi murni ditujukan untuk kebutuhan berdagang, lahir dari kreativitas masyarakat Yogyakarta yang beragam.

Mencerminkan kekayaan hasil alam Yogyakarta, kebanyakan kue-kue basah terbuat dari bahan dasar beras ketan, tepung beras dan tepung ketan serta ketela maupun tepung ketela. Pengayaan citarasanya pun dilakukan dengan hasil alam yang ada, seperti gula kelapa sebagai pemanis, daun pandan sebagai pewarna dan parutan kelapa atau kacang hijau tumbuk sebagai isinya. Paduan rasa gurih dan manis mencerminkan selera masyarakat Yogyakarta.

Salah satu jenis kue basah sangat dikenal adalah wajik, terbuat dari ketan kukus yang dicampur dengan gula. Mulanya, gula yang digunakan adalah gula merah sehingga menghasilkan warna coklat. Namun, muncul kemudian variasi lain yang menggunakan gula pasir dan daun pandan sehingga tercipta wajik berwarna hijau. Hingga kini, wajik masih digunakan dalam upacara Tumplak Wajik yang berlngasung beberapa hari sebelum perayaan Maulud Nabi Muhammad.

Kue lain yang masih menghiasi beragam perayaan adalah apem, umumnya digunakan pada bulan Ruwah dalam kalender Jawa. Apem yang digabung dengan ketan kukus dan kolak dibagikan pada para kerabat, digunakan untuk sajen dan mengirim doa pada arwah pendahulu. Kue ini dibuat dari tepung beras,gula merah dan telur yang kemudian diberi ragi atau ditambah tape. Rasanya manis gurih, nikmat dimakan selagi hangat.

Tak puas dengan kue-kue basah dari beragam ritual itu, anda masih bisa mencicipi beragam kue lainnya. Misalnya saja mata kebo, kue yang berbentuk bulat seperti mata kerbau dan berwarna hijau atau merah. Terbuat dari bahan baku tepung beras dan tepung ketan, bagian luar mata kebo diberi semacam pasta putih dari tepung beras yang diberi santan dan berasa gurih, sementara bagian dalamnya berisi parutan kelapa yang dimasak bersama gula pasir.

Kue Ku juga pantas dicoba, terbuat dari bahan sama dengan mata kebo, kue ku diisi dengan kacang hijau yang ditumbuk halus dan berasa manis. Mulanya, kue ku berbentuk bulat pipih dengan warna merah dan beralaskan daun pisang, namun kini hadir kue ku berbentuk buah-buahan dengan ragam warna dan dikemas dalam wadah yang menarik. Karena komposisi tepung ketannya lebih banyak, maka kulit kue ku akan terasa alot.

Kalau mengelilingi pasar, anda juga akan menemui kue basah yang namanya cukup lucu, yaitu jadah manten (berarti jadah pengantin). Kue itu terbuat dari beras ketan yang dikepal dan diisi dengan daging ayam atau abon sapi. Bagian luarnya digungkus dengan campuran tepung terigu dan telur, kemudian diapit dengan dua bilah bambu tipis untuk mempercantik. Berbeda dengan kue lainnya yang berasa manis, jadah manten dominan rasa gurihnya.

Jenis jadah lain juga dijual di berbagai pasar, namun hanya berupa kepalan kentan yang dibentuk bulat pipih atau kotak. Biasanya, jadah tanpa isi ini dimakan bersama tempe kedelai atau tempe kacang koro bacem. Tempe kedelai atau tempe kacang koro itu direbus dengan bumbu daun salam, gula merah, bawang putih dan bawang merah hingga airnya habis, kemudian digoreng dalam minyak sedang hingga berwarna kecoklatan.

Jika berkunjung ke pasar pada pagi hari sekitar pukul 06.00 - 08.00, anda akan menemukan jajanan khas Yogyakarta lainnya berupa thiwul dan gatot yang asli dari Kabupaten Gunung Kidul, cenil, getuk serta lopis. Thiwul biasanya disajikan dengan dicampur bersama gula merah sehingga berasa manis. Gatot yang terbuat dari ketela, cenil dari tepung kanji yang warna-warni dan ketela dari ketela yang ditumbuk biasanya disajikan dengan parutan kelapa mentah. Sementara, lopis yang berupa lontong dari tepung ketan disuguhkan dalam lipatan daun pisang (pincuk) dan diberi parutan kelapa dan sirup gula jawa.

Seluruh kue-kue basah jajanan pasar itu bisa dinikmati dengan harga murah. Satu kue basah biasanya dijual dengan harga sekitar Rp 600,00 hingga Rp 2.000,00. Untuk getuk, lopis dan cenil, diasanya dijual per bungkus dengan harga berkisar Rp 1.500,00 hingga Rp 3.000,00. Beberapa pasar yang menyuguhkan jajanan pasar terlengkap adalah Pasar Beringharjo, Pasar Kranggan, Pasar Kotagede, Pasar Giwangan dan Pasar Demangan.

Prasasti Jawa Cina, Ucapan Terima Kasih Pada Penguasa Bijaksana

Bagaimana cerita hubungan etnis Cina yang menetap dan telah memiliki kewarganegaraan Indonesia dengan Kraton beberapa dekade silam? Banyak orang telah mengurainya, mulai saat pertama kali bangsa Cina berdatangan untuk berdagang sebelum abad ke-15, pada awal abad ke-19 hingga masa Perang Dunia II, sampai masa awal orde baru dan pasca orde baru. Namun, kalau bicara soal bukti, terlebih berupa prasasti yang dibuat pada abad 20, sepertinya sulit ditemui di wilayah lain di luar Yogyakarta.

Di Yogyakarta, anda bisa menemui prasasti itu, yang menyimbolkan betapa baiknya hubungan etnis Cina yang tinggal di Indonesia dan warga Yogyakarta, terutama keluarga Kraton. Tempat anda bisa menemukannya adalah di Tepas Hapitopuro, belakang Bangsal Traju Mas, persis di tengah-tengah Kraton. Anda bisa menemuinya dengan masuk wilayah Kraton melalui Kraton Keben dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 5.000,00, ditambah Rp 1.000,00 jika ingin mendokumentasikan dengan kamera.

Prasasti Jawa Cina itu berbentuk segi empat dengan tinggi 100 cm dan lebar 80 cm. Tertulis pada prasasti tersebut tanggal pembuatannya, yaitu Tahun Cina Min Khuo 29, bulan 3, hari ke 18 atau 1942 M. Pada prasasti itu pula terukir candrasengkala berbunyi "Jalma Wahana Dirada Hing Wungkulan" yang berarti manusia naik gajah di atas benda bundar, menunjukkan pembuatannya pada tahun Jawa 1871. Catatan juga menunjukkan bahwa batu prasasti itu didatangkan langsung dari Cina pada tahun 1940.

Meski hanya batu kecil yang terletak di belakang bangunan bangsal yang besar, namun prasasti itu menyimpan banyak cerita seputar kehidupan masyarakat Jawa, Cina, Jepang, Belanda dan Indonesia pada rentang waktu prasasti itu dibuat. Prasasti itu merupakan wujud rasa terima kasih warga etnis Cina pada keluarga Kraton karena selama ratusan tahun telah memberikan perlindungan dan rasa aman.

Cerita pertama, prasasti yang pembuatannya diprakarsai oleh delapan warga Cina, dipimpin oleh Lie Ngo An sebagai ketua masyarakat Tionghoa Yogyakarta itu menjadi saksi sejarah penyerbuan pasukan Jepang secara mendadak ke wilayah Cina. Pengiriman batu bahan dasar prasasti yang dijadwalkan sampai dengan segera menjadi terlambat karena banyak warga Cina panik akibat penyerbuan Jepang dan transportasi terganggu. Namun, meski pengirimannya terlambat, prasasti itu sebenarnya tetap bisa diserahkan tepat pada waktunya, saat penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Penyebab terlambatnya penyerahan prasasti adalah cerita lainnya. Saat itu, pasukan Jepang yang semula menyerbu Cina, dikerahkan untuk menyerbu wilayah-wilayah Jawa, termasuk Yogyakarta. Tahun-tahun setelah penyerbuan Jepang itu juga diisi oleh berbagai momen besar seperti pendudukan Jepang di Indonesia, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan perang dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Akhirnya, penyerahan prasasti itu tertunda selama 12 tahun, tersimpan di Rumah Liem Ing Hwie, salah satu pemrakarsa pembuatannya.

Prasasti yang semula direncanakan sebagai ucapan terima kasih itu bertambah makna menjadi peringatan pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, sebab diserahkan pada tanggal 18 Maret 1952, tepat pada peringatan 12 tahun bertahtanya Sultan HB IX. Saat itu pun, hanya lima dari delapan pemrakarsa yang bisa hadir, sebab tiga lainnya sudah meninggal dunia. Adapun pemrakarsanya selain Liem Ing Hwie dan Lie Ngo An adalah Dr Sim Kie Ay, Ir Liem Ing Hwie, Lie Gwan Ho yang merupakan pemilik toko jam, Tan Ko Liat, Sie Kee Tjie dan Tio Poo Kia, serta Oen Tjoen Hok yang mengelola Restoran Oen, salah satu restoran legendaris di Indonesia.

Ungkapan terima kasih etnis Cina itu tertulis secara eksplisit dalam bait tembang kinanthi berbunyi "mangkya kinertyeng sela mrih, enget salami-laminya, rat raya masih lestari" yang berarti "maka kami memahat batu peringatan ini dengan maksud mengucapkan terima kasih untuk selama-lamanya".

Paris van Djokdja

Ternyata tak sedikit daerah di Yogyakarta yang memiliki nama sama dengan daerah atau kota lain di dalam dan luar negeri. Seluruhnya adalah hasil proses penamaan yang cukup unik, bisa didasarkan pada sesuatu yang menonjol di daerah tertentu sehingga secara kebetulan sama dengan daerah lain, bisa pula dilakukan oleh generasi muda Yogyakarta dengan menyingkat nama sebenarnya sehingga menjadi semacam nama gaul.

Sebut saja dusun Bandung, daerah di Playen, Kabupaten Gunung Kidul yang bernama sama dengan Bandung, ibu kota Propinsi Jawa Barat. Dusun itu dinamai berdasarkan adanya sebuah pemandian bernama Sendang Bandung yang konon airnya dibawa dari Laut Selatan oleh Nyai Andansari. Di sana, anda tak akan menemukan peyem (ketela utuh yang diragi menjadi tape) seperti di kota Bandung, namun di waktu tertentu akan menjumpai serabi kocor (makanan dari tepung beras berkuah air gula jawa).

Ada lagi daerah Kuningan yang terletak dekat dengan Jalan Colombo, sebelah timur Bunderan Universitas Gadjah Mada. Daerah itu unik, karena tidak saja memiliki kesamaan nama dengan kota Kuningan di Jawa Barat, tetapi juga banyak didiami oleh orang-orang dari kota bernama sama tersebut. Umumnya, orang-orang Kuningan Jawa Barat yang tinggal di Kuningan Yogyakarta membuka warung burjo (bubur kacang ijo) yang menjadi langganan mahasiswa kos-kosan di kota pelajar ini.

Masih ada Depok, sebuah daerah di sekitar ring road timur Yogyakarta yang namanya sama dengan Kotamadya Depok, daerah di sebelah timur Jakarta. Keduanya sama-sama menjadi kompleks kampus. Jika Depok sebelah Jakarta menjadi kompleks kampus Universitas Indonesia dan Gunadarma, maka Depok di Yogyakarta menjadi kompleks kampus Universitas Pembangunan Nasional, Universitas Proklamasi 45 dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Bila berbicara nama gaul suatu daerah yang lahir dari penyingkatan nama sebenarnya, maka yang paling terkenal adalah Paris. Bukan menunjuk pada Paris ibu kota Perancis yang menjadi kiblat mode dunia, tetapi Paris yang merupakan singkatan Parangtritis, pantai di selatan Yogyakarta yang terkenal dengan ombaknya yang besar. Paris Yogyakarta menawarkan pemandangan laut yang indah serta kenikmatan menyusuri pantai dengan menunggang kuda, pengalaman yang tak kalah menarik dengan memandang menara Eiffel.

Daerah lain yang dinamai dengan proses serupa menurut data YogYES adalah Pasar Kembang yang sering juga disebut Pakistan, singkatan dari Pasar Kidul Stasiun sebab berada di sebelah selatan Stasiun Tugu Yogyakarta. Daerah bernama sama dengan sebuah negara di sebelah barat India itu menawarkan penginapan dengan harga terjangkau dan gang sempit yang siap menggoda iman setiap lelaki yang melewatinya. Anda pun bisa langsung menuju Malioboro dan Sosrowijayan untuk memulai petualangan wisata yang lain dari daerah ini.

Bila mengelilingi Yogyakarta, anda mungkin akan menemukan beberapa daerah dengan nama yang sama. Jetis misalnya, tak hanya ada di utara Tugu tetapi juga ada di Kabupaten Bantul. Sementara Pathuk bukan hanya tempat penjualan bakpia, tetapi juga sebuah bukit di Jalan Wonosari. Bagaimana, penasaran untuk mengelilingi semua daerah itu? Tentu anda akan menemukan banyak hal menarik jika sampai di sana.

Labuhan Alit

Pada masa pemerintahannya, Panembahan Senopati terlibat percintaan dengan Kanjeng Ratu Kidul. Penguasa Laut Selatan itu bersedia membantu segala kesulitan Panembahan Senopati, dan Panembahan diminta untuk menyelenggarakan upacara persembahan sesaji kepada Kanjeng Ratu Kidul di pesisir selatan. Hal ini berdasarkan cerita turun-temurun serta kepercayaan masyarakat setempat.

Tingalan Jumenengan Dalem Nata

Labuhan Alit merupakan rangkaian upacara untuk memperingati Tingalan Jumenengan Dalem Nata (penobatan Sultan). Upacara yang dimulai di Pantai Parang Kusumo ini berakhir serentak di Gunung Merapi dan Gunung Lawu.

Upacara Labuhan yang dimulai oleh Panembahan Senopati merupakan wujud syukur atas kelangsungan Kerajaan Mataram, juga untuk mendoakan keselamatan pribadi Sri Sultan, Keraton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta.

Labuhan berasal dari kata labuh yang bermakna melarung. Labuhan Alit yang biasanya berlangsung dua kali setahun, oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (HB X), diubah menjadi setahun sekali, yaitu hanya pada hari penobatan Sultan. Sedangkan Labuhan Ageng dilangsungkan delapan tahun sekali.

Tempat dan Makna Yang Tersirat

Upacara Labuhan Ageng (Labuhan Besar) dilaksanakan berdasarkan tahun Dal, jadi hanya dilakukan sekali dalam satu windu. Benda-benda yang dilabuh dibagi empat bagian untuk dilabuh di Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu dan Dlepih Kahyangan. Empat lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa tempat-tempat tersebut dahulu dipakai oleh raja-raja Mataram (terutama Panembahan) untuk bertapa dan berhubungan dengan roh halus.

Sedangkan Labuhan Alit (Labuhan Kecil), berlangsung setiap tahun. Upacara ini biasanya tidak menyertakan Dlepih Kahyangan sebagai tempat Labuhan. Menurut kepercayaan, apabila tradisi ini dihentikan maka rakyat dan Kerajaan Mataram akan tertimpa murka Ratu Kidul. Pasukan jin dan makhluk halus akan diutus untuk menyebarkan penyakit juga berbagai macam musibah.

Dua tempat utama, yakni Pantai Kidul dan Gunung Merapi, sesungguhnya merupakan lambang keseimbangan harmoni antara manusia dan alam. Laut Selatan sebagai unsur air dan Gunung Merapi sebagai unsur api. Sebuah kearifan untuk menselaraskan manusia dan tempat tinggalnya.

Prosesi dan Benda Labuhan

Labuhan dimulai dengan upacara pasrah penampi (penyerahan sesaji) dari Parentah Ageng Kraton Ngayogyakarta kepada Bupati Bantul di Pendapa Kecamatan Kretek. Setelah itu, uba rampe dibawa ke Pendapa Parangkusumo untuk diwilang (diperiksa) sebelum diserahkan kepada juru kunci Parangkusumo, sekaligus didoakan. Acara doa berlangsung di Cepuri Parangkusumo. Di tengah areal Cepuri terdapat batu yang menjadi tempat pertemuan Panembahan dan Ratu Kidul

Setelah didoakan, salah satu uba rampe berisi lorodan ageman (pakaian bekas Sultan), kenaka (potongan kuku) serta rikma (potongan rambut) Sultan selama setahun, dikubur di sudut Cepuri sambil menabur bunga dan membakar dupa.

Sisa uba rampe berisi sembilan kain dengan corak dan warna khusus, uang tindih lima ratus (sebelumnya hanya seratus), minyak koyoh, ratus (dupa), serta layon sekar (sejumlah bunga yang telah layu dan kering, bekas sesaji pusaka-pusaka Kraton selama setahun), juga termasuk jajanan pasar; dibawa di atas tiga tandu melewati jalan yang dibatasi tiang-tiang di kedua sisi hingga bibir pantai.

Uba rampe kemudian dilarung. Pada saat sesaji yang dilarung ini kembali ke pantai terbawa ombak, Peserta yang hadirpun berebut isi sesaji. YogYES yang sempat menyaksikan atraksi tersebut, menganggap hal ini adalah salah satu daya tarik dari upacara itu sendiri. Kepercayaan setempat, benda-benda tersebut dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan.

Selanjutnya para abdi dalem menuju Gunung Merapi. Sebelum labuhan, uba rampe wilujengan yang berupa sembilan tumpeng dan satu gunungan uluwetu, dikirab dari rumah Dukuh Pelemsari, menuju rumah juru kunci Merapi. Sesaji ini kemudian didoakan dan diinapkan di pendopo rumahnya.

Prosesi labuhan ini juga menampilkan fragmen tari dengan lakon Wahyaning Mongsokolo Labuhan, kesenian jathilan, uyon-uyon dan karawitan. Pada malam harinya akan diadakan tirakatan dan pagelaran wayang kulit Semar Bangun Kahyangan. Pada dini hari, sesaji diberangkatkan ke Pos II lereng selatan Merapi untuk dilabuh. Labuhan Merapi dilakukan bersamaan dengan Labuhan Gunung Lawu di Karanganyar, Jawa Tengah.

Untuk mengikuti acara Labuhan, tanggalnya bisa dilihat melalui kalender wisata yang kami update setiap tahunnya.

Jika sekali waktu menyempatkan untuk mengikuti prosesi ini, selain mendapatkan pengalaman spiritual yang menarik, kita juga akan lebih sadar bahwa eksistensi antara manusia dan alam tidaklah dapat dipisahkan. Sebuah fusi budaya dan agama yang menggetarkan jiwa.

Boulevard UGM hingga Depan Vredeburg, Atmosfer Kaum Muda Jogja

Mengunjungi Yogyakarta tentu takkan lengkap bila tak menjamahi ruang-ruang publik yang selama bertahun-tahun dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul dan menjalin keakraban. Di tempat itu, anda bisa menikmati beragam aktivitas yang digelar warga kota, menikmati kesenian jalanan yang terdapat hingga menyantap beragam hidangan khas.

Salah satu tempat yang menarik dikunjungi adalah Boulevard Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terletak di bagian terdepan universitas tersebut. Selama puluhan tahun, tempat ini telah dijadikan ruang menggelar kegiatan anak muda, kesenian dan olah raga. Dari pagi hingga malam, tempat ini senantiasa berdenyut namun dengan tawaran yang berbeda. Begitu pula setiap harinya, mulai Senin hingga Minggu.

Saat petang adalah waktu yang paling tepat untuk mengunjunginya. Biasanya, banyak anak muda yang menggunakan tempat ini untuk menggelar kegiatan breakdance hingga skate. Komunitas bikers BMX dan komunitas berbagai jenis motor pun sering menggunakan tempat ini untuk berkumpul. Sambil menonton kegiatan mereka, anda bisa menikmati beragam jajanan yang ditawarkan.

Anda bisa berekreasi sambil membugarkan raga di tempat ini. Biasanya, setiap Minggu pagi Boulevard UGM dimanfaatkan untuk jogging, bersepeda santai dan bermacam olahraga lainnya. Usai rekreasi kebugaran itu, anda bisa menikmati hidangan menarik yang dijajakan, seperti Bubur Ayam, Nasi Liwet Solo, Lontong Opor dan beragam minuman.

Ruang publik lain yang cukup menarik untuk menikmati suasana sore adalah kawasan depan Benteng Vredeburg. Anda bisa melihat kegiatan para musisi jalanan yang biasa duduk di bangku-bangku yang terdapat di sana. Di waktu-waktu tertentu, anda juga bisa menggelar pagelaran seni yang dipentaskan di hall Monumen Serangan 1 Maret, persis di depan bangku-bangku di kawasan itu.

Santapan sate kere yang dijajakan wanita-wanita Madura pun pantas untuk dicoba. Dengan Rp 2000,00 saja, anda bisa menikmati hangatnya sate ayam dan lontong yang disajikan dalam pincuk (piring-piringan yang dibuat dari daun pisang). Bila ingin membeli souvenir, anda bisa berjalan sedikit ke utara untuk menemukan pedagang kaki lima yang menjajakan kaos, gelang, kalung dan souvenir lainnya.

Dari kawasan itu pula, anda bisa melihat dua bangunan bersejarah, selain Benteng Vredeburg sendiri. Bila menatap ke depan, anda bisa melihat Gedung Agung yang sempat digunakan sebagai istana presiden saat ibukota dipindahkan sementara ke Yogyakarta pada tahun 1949. Sedangkan di sebelah kanan kawasan itu terdapat bangunan tua jaman Belanda yang kini dimanfaatkan sebagai kantor pos.

Nuansa serupa bisa dijumpai bila berjalan ke timur dari kawasan Benteng Vredeburg, tepatnya di wilayah Shopping. Di sana, anda bisa duduk santai menikmati suasana malam yang dihiasi lampu-lampu kota. Sementara, dari siang hingga sorenya, anda bisa menjajaki suasana pasar buku Shpping yang telah lama dikenal kelengkapannya. Di saat-saat tertentu, sebuah galeri seni yang terdapat tak jauh dari situ menjadi tempat yang tepat untuk menikmati karya seniman Yogyakarta.

Warung Kawula Muda Jogja, Teh Poci Pak Min dan Kopi Blandongan

Menyinggahi tempat-tempat berkumpul tradisional yang tersebar di Yogyakarta kiranya sebuah keharusan. Sebab, di situlah anda bisa menikmati nuansa khas Yogyakarta, mulai dari santapannya hingga keakraban yang terbangun antar pengunjungnya. Di situ pula, generasi muda di kota wisata ini berkumpul dan merancang banyak kegiatan.

Perjalanan menyinggahinya bisa dimulai dari warung Poci Pak Min, yang terletak di dekat Sekolah Menengah kesenian Yogyakarta, sebelah barat daya kraton. Sesuai nama warungnya, tempat itu menyediakan menu utama teh poci, yaitu teh yang diseduh di dalam poci dan dihidangkan dalam gelas tanah liat berisi gula batu. Biasanya teh itu sangat kental dan kuat aroma melatinya.

Berkonsep seperti angkringan, Poci Pak Min menawarkan hidangan lain yang tak kalah nikmat, seperti nasi oseng dengan lauk gorengan tempe dan tahu, sate dan sebagainya. Harganya pun cukup murah, dengan mengeluarkan uang kurang dari Rp 10.000,00 anda bisa mencicipi nikmatnya teh poci sekaligus mentantap hidangan yang dijajakan di tempat itu.

Warga Yogyakarta dari beragam komunitas dan rentang usia biasanya menggunakan warung Poci Pak Min sebagai tempat berkumpul. Bila anda ingin mengenal lebih dekat warga Yogyakarta, mengunjungi tempaty ini adalah pilihan tempat. Biasanya, warung itu mulai ramai dikunjungi dari sore hari sekitar pukul 17.00 WIB hingga menjelang tengah mala, sekitar pukul 23.00 WIB.

Selain Poci Pak Min, di kawasan Gowok, tepatnya sebelah selatan Plaza Ambarukmo juga terdapat tempat berkumpul yang cukup menyenangkan, yaitu Warung Kopi Blandongan. Sempat mengusung semboyan menyelamatkan bangsa dari kekurangan kafein, warung kopi ini menyediakan kopi istimewa yang diolah langsung dari biji yang diperoleh pengelola warung.

Semboyan yang diusung warung ini memang dapat dibuktikan dari rasa kopinya. Kopi Blandongan memiliki kekentalan dan rasa pahit yang pas, disajikan dalam porsi yang tepat dalam cangkir kecil. Kekentalan kopinya bahkan bisa dilihat dari ampas kopi yang tertinggal dalam cangkir ketika anda telah selesai menikmati kopi yang disajikan.

Suasana warung kopi ini sangat tepat dijadikan tempat berkumpul. Tempat duduk pengunjungnya berkonsep lesehan dan tanpa sekat memungkinkan menampung banyak orang. Dengan penerangan lampu-lampu kuning dan dinding bambu, anda seolah diajak menikmati suasana kedai kopi di sebuah pedesaan. Bila lapar karena terlalu lama berkumpul, anda bisa menikmati makanan kecil seperti kacang dan gorengan yang bisa menjadi pengganjal perut.

Di sebelah selatan Warung Kopi Blandongan juga terdapat sebuah kedai kopi yang dinamai Kopi Grek. Kedai kopi itu menawarkan kopi dengan porsi yang lebih banyak namun tak begitu kental. Meski juga menjadikan kopi sebagai hidangan utamanya, kedai Kopi Grek memiliki suasana yang berbeda, misalnya tempat duduk yang tersebar di halaman terbuka sehingga tepat untuk menikmati udara malam. Kedai Kopi Grek juga menyediakan menu nasi, berbeda dengan Blandongan yang hanya menyediakan makanan kecil.

Harga Kopi Grek dan Kopi Blandongan hampir sama dan tak mahal. Secangkir kopi di Warung Kopi Blandongan dijual dengan harga Rp 2.000,00 sementara di Kopi Grek Rp 2.500,00. Kadang, Warung Kopi Blandongan juga mengemas kopi hasil gilingannya dalam plastik untuk dijual dalam bentuk bubuk, dijual dengan harga kurang dari Rp.10.000,00 untuk setiap kemasan yang berukuran 250 gram.

Membuat Kerajinan Perak, Meneladani Karya Para Pengrajin Kotagede

Kotagede tak bisa dipungkiri lagi telah menjadi sentra kerajinan perak terbesar di Indonesia, melebihi Bali, Lombok dan Kendari. Beragam kerajinan perak yang diolah menjadi beragam bentuk lewat beragam cara dihasilkan dari tempat yang berlokasi 10 km dari pusat kota Yogyakarta. Sejak tahun 70an, kerajinan perak produksi Kotagede telah diminati wisatawan mancanegara, baik yang berbentuk perhiasan, peralatan rumah tangga ataupun aksesoris penghias.

Kini, Kotagede tak hanya menawarkan kemewahan kerajinan perak produksinya, tetapi juga kesempatan untuk mempelajari proses pembuatan peraknya. Sebuah kursus singkat yang berdurasi tiga jam hingga dalam hitungan hari menawarkan pada anda paket wisata alternatif meliputi merancang desain perhiasan perak, membuatnya dan akhirnya membawa pulang hasil buatan anda sendiri. Salah satu tempat dimana anda bisa menikmati paket wisata itu adalah di Studio 76.

Tahap awal kursus adalah perancangan desain perhiasan. Anda dibebaskan untuk memilih jenis perhiasan dan desain yang akan dibuat. Setelah desain ditentukan, proses dilanjutkan dengan pemindahan desain ke cetakan dan penempaan. Setelah ditempa, lempengan kuningan atau tembaga yang digunakan sebagai bahan dasar ditempa menggunakan timah lunak. Selanjutnya, bahan dirangkai sesuai keinginan dan dipoles dengan perak melalui penyepuhan.

Bila memiliki lebih banyak waktu, anda bisa memilih membuat perhiasan perak yang lebih indah. Untuk membuatnya, anda harus berlatih memahat lempengan bahan dasar perhiasan sebelum memolesnya. Anda juga bisa memilih membuat perhiasan yang bentuknya bagai anyaman kawat-kawat tipis berlapis perak pada bagian luarnya. Tentu, semakin indah dan detail perhiasan yang ingin dibuat, akan semakin berharga pula benda itu di mata orang lain.

Seluruh proses perancangan dan pembuatan kerajinan adalah hak anda. Selama proses pembuatan, instruktur hanya akan membimbing dan memperbaiki beberapa detail yang masih kurang bagus. Pengalaman instruktur dalam membimbing dan membuat kerajinan perak selama bertahun-tahun akan membantu anda belajar dalam waktu cepat. Ditunjang dengan keahlian instruktur berbahasa asing, tentu akan sangat memudahkan anda.

Selama waktu kursus, anda juga akan mendapat berbagai penjelasan tentang kerajinan perak dan Kotagede. Diantaranya, penjelasan tentang sejarah kerajinan perak di Kotagede dan penjelasan tentang berbagai teknik pembuatan kerajinan perak. Anda tentu juga dapat berkeliling lokasi produksi kerajinan dan menyaksikan para pengrajin sedang bekerja, disamping melihat berbagai produk yang telah siap dijual.

Bila memilih paket wisata membuat perak di Studio 76, ada beberapa pilihan waktu dan durasi sesuai keinginan anda. Bila hanya memiliki sedikit waktu saja, anda bisa memilih Short Course yang berdurasi 3 jam, namun bila memiliki banyak waktu anda bisa memilih Full Day Course yang berlangsung dari pagi hingga sore hari. Jika masih juga kurang puas, anda bisa memilih Arraged Course yang jangka waktunya menyesuaikan dengan target dan keinginan anda.

Biaya kursus berkisar antara Rp 100.000,00 hingga Rp 2.000.000,00 per orang, tergantung pada pilihan paket kursusnya. Semakin lama jangka waktu kursus, maka biaya akan semakin mahal pula. Namun tak perlu khawatir, karena proses belajar pun akan lebih detail dan perhiasan perak yang ditawarkan pun memiliki gram yang lebih tinggi. Perhiasan yang dihasilkan dari Short Course maksimal hanya 5 gram, tetapi Full Day Course mencapai 10 gram.

Untuk mengikuti kursus ini, anda harus menghubungi lebih dulu beberapa sanggar atau penyedia jasa kursus sehingga instruktur dan peralatan pembuatan perak bisa dipersiapkan. Untuk menuju Studio 76, anda bisa melaju ke arah Kotagede dan kemudian berjalan ke Jalan Purbayan. Studio tersebut menyediakan instruktur yang menguasai Bahasa Inggris dan Perancis. Nah, tertarik menghasilkan kerajinan perak buah tangan anda sendiri?